Anggota Komisi II DPRD Maluku Soroti dan Tolak Aktivitas Tambang PT Batu Licin di Kei Besar

oleh -1243 Dilihat
oleh

Komisi II DPRD Provinsi Maluku menyampaikan penolakan keras terhadap kegiatan pertambangan yang dilakukan PT Batu Licin di wilayah Ohoi Nerong, Pulau Kei Besar, Kabupaten Maluku Tenggara.

Keputusan tersebut diambil setelah para anggota dewan melakukan kunjungan langsung ke lokasi dan menemukan bahwa perusahaan tersebut belum mengantongi dokumen legal seperti Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP), yang merupakan syarat mutlak untuk beroperasi.

Anggota Komisi II, Suleman Letsoin, menyampaikan bahwa aktivitas PT Batu Licin tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga berpotensi merusak lingkungan dan mengancam kehidupan masyarakat di kawasan tersebut.

“Kami menolak keberadaan PT Batu Licin Aspal yang sedang beroperasi di Kei Besar karena mereka tidak memiliki AMDAL dan IUP,” ujar Suleman dalam rapat Komisi II, Rabu (11/6/2025) di Gedung DPRD Maluku, Karang Panjang, Ambon.

Letsoin juga mengungkapkan bahwa saat pemeriksaan di lapangan, pihak perusahaan mengakui tidak memiliki izin resmi, dan hanya mengandalkan kontrak kerja selama 15 tahun dengan masyarakat setempat, yang menurut DPRD tidak dapat dijadikan dasar hukum operasional.

“Kami sangat khawatir eksploitasi jangka panjang tanpa kajian ilmiah akan merusak ekosistem. Lihat saja kasus Nauru yang rusak karena pertambangan tak terkendali,” katanya.

Selain persoalan legalitas, DPRD juga menyoroti kurangnya kejelasan mengenai tujuan akhir dari hasil tambang. Meski perusahaan menyatakan material tersebut digunakan untuk proyek food estate di Papua Selatan, tidak ditemukan bukti pendukung yang konkret.

“Sampai sekarang tidak ada data faktual bahwa batu dari Kei Besar digunakan untuk proyek strategis nasional. Semua masih asumsi,” tegas Letsoin.

Komisi II meminta agar seluruh aktivitas penambangan dihentikan sementara waktu sampai dilakukan kajian ilmiah dan akademis yang komprehensif. Letsoin menekankan pentingnya keterlibatan para ahli untuk mengetahui kandungan dan dampak dari aktivitas tambang tersebut.

“Apakah itu hanya batu biasa atau mengandung mineral penting lain? Harus ada kajian objektif dan menyeluruh,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan bahwa Kepulauan Kei memiliki nilai ekologis dan sosial yang tinggi, dan tidak sepatutnya dijadikan korban atas nama investasi sesaat.

“Jika aktivitas pertambangan tidak menjaga kelestarian lingkungan, maka harus dihentikan. Kita tidak bisa korbankan pulau kita,” tegasnya.

Komisi II akan menjadwalkan pertemuan lanjutan dengan Dinas Lingkungan Hidup serta Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Maluku guna menggali lebih dalam aspek legalitas dan dampak lingkungan dari operasi tambang tersebut.

“Kami akan lanjutkan pertemuan untuk memastikan kegiatan ini dihentikan secara hukum,” kata Suleman.

Selain itu, DPRD Maluku berencana mengajukan hasil pemantauan mereka kepada Komisi VII DPR RI sebagai bagian dari pengawasan terhadap sektor pertambangan secara nasional.

“Saya akan sampaikan langsung ke Komisi VII DPR RI. Kei Besar tak boleh hancur karena kelalaian birokrasi dan kerakusan investasi,” pungkasnya.

Penolakan ini, menurut Komisi II, bukanlah bentuk penentangan terhadap investasi, melainkan langkah tegas untuk menjaga kelestarian alam serta hak masyarakat adat di wilayah Kepulauan Kei.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.