DPRD Maluku Desak Penindakan Tegas atas Temuan 2,3 Ton Bahan Kimia Berbahaya di Ambon

oleh -712 Dilihat
oleh

Sebuah operasi gabungan yang dilakukan Polda Maluku bersama Pemerintah Provinsi Maluku pada Senin (29/9/2025) malam mengejutkan warga Kota Ambon. Dalam operasi tersebut, aparat berhasil menggerebek sebuah gudang penyimpanan ilegal bahan berbahaya dan beracun (B3) di kawasan Mardika, Kecamatan Sirimau.

Dari penggerebekan itu, tim Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Maluku menemukan sekitar 2,3 ton bahan kimia berbahaya yang diduga kuat merupakan sianida. Bahan tersebut disimpan secara sembarangan di sebuah ruko milik Pemprov Maluku yang sudah lama terbengkalai dan dikuasai pihak tak dikenal.

Penemuan tersebut menimbulkan kekhawatiran serius karena lokasi ruko berada di kawasan padat penduduk, sehingga berpotensi mengancam keselamatan masyarakat sekitar.

Ketua Komisi II DPRD Maluku, Irawadi, SH, merespons keras temuan itu dengan mendesak aparat penegak hukum segera bertindak tegas. “Ini adalah masalah serius yang tidak boleh dibiarkan, apalagi dilindungi. Negara kita telah meratifikasi Konvensi Minamata melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017, yang secara tegas mengatur pengurangan dan penghapusan penggunaan merkuri serta bahan kimia berbahaya lainnya,” ujar Irawadi kepada wartawan di Ambon, Selasa malam (30/9/2025).

Irawadi menegaskan bahwa Indonesia memiliki berbagai regulasi terkait pengelolaan B3, mulai dari UU No. 11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Konvensi Minamata, Perpres No. 21 Tahun 2019, PP No. 74 Tahun 2001, hingga berbagai aturan teknis dari Kementerian LHK, Kementerian Kesehatan, dan BPOM.

Menurutnya, bahan kimia seperti sianida dan merkuri tergolong B3 karena beracun, bersifat karsinogenik, serta berbahaya bagi kesehatan manusia maupun lingkungan. “Saya minta aparat penegak hukum melakukan penyelidikan dan penyidikan secara menyeluruh. Jangan ada pembiaran. Siapa pun yang terlibat, termasuk oknum yang memperdagangkan atau menyalahgunakan bahan ini, harus dihukum tegas sesuai undang-undang yang berlaku,” tegasnya.

Ia menambahkan, sanksi yang dapat dijatuhkan mencakup sanksi administratif hingga pidana, tergantung dampak yang ditimbulkan.

Lebih jauh, Irawadi mengingatkan bahaya penggunaan dan penyimpanan bahan kimia berbahaya tanpa izin resmi maupun standar pengelolaan yang tepat. Risiko yang ditimbulkan, kata dia, bukan hanya pencemaran lingkungan jangka panjang, tetapi juga ancaman kesehatan serius, mulai dari kerusakan organ hingga kematian.

“Kasus seperti ini tidak boleh terjadi lagi. Apalagi kita sudah pernah mengalami dampaknya seperti di Gunung Botak, Pulau Buru, yang menjadi contoh buruk pencemaran akibat penggunaan merkuri di sektor pertambangan emas skala kecil,” tambahnya.

Saat ini, polisi masih melakukan penyelidikan lebih lanjut terhadap temuan 46 karung berisi B3 tersebut. Publik berharap kasus ini tidak berhenti hanya pada penggerebekan, melainkan dilanjutkan dengan proses hukum yang transparan dan tegas terhadap semua pihak yang terlibat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.