KNPI Maluku Desak Penindakan Tegas Pengeboman Ikan di Kepulauan Kei

oleh -1547 Dilihat
oleh

Kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak kembali meningkat di sejumlah wilayah perairan Kepulauan Kei, terutama di sekitar Tayando. Praktik penangkapan ilegal ini menimbulkan dampak besar terhadap keseimbangan lingkungan laut serta kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir setempat.

Ledakan bom yang digunakan tak hanya membunuh ikan secara massal, tetapi juga menyebabkan kerusakan fisik pada ikan seperti insang yang sobek dan tubuh yang tercabik. Sebagian besar ikan yang mati tidak diambil, melainkan dibiarkan membusuk di perairan dan menyebar hingga ke pantai, memperparah pencemaran lingkungan.

Kerusakan terbesar justru terjadi pada terumbu karang yang merupakan rumah bagi berbagai spesies laut. Menurut data yang ada, satu bom ikan seberat 250 gram bisa merusak hingga 50 meter persegi terumbu karang. Dalam sehari, penggunaan bom bisa mencapai puluhan kali, menyebabkan kehancuran ekosistem bawah laut yang luas. Padahal, proses alami pemulihan karang bisa memakan waktu hingga puluhan tahun.

“Jika praktik ini terus dibiarkan, generasi mendatang tidak akan lagi bisa menggantungkan hidup dari laut,” ujar Yastrib Akbar Souwakil, S.Pi., M.Si., Wakil Ketua Bidang Perikanan DPD KNPI Maluku.

Kerugian dari praktik ini tak hanya bersifat ekologis. Dampak ekonomi juga sangat terasa. Lokasi yang sebelumnya menjadi destinasi wisata selam dan snorkeling kini kehilangan pesonanya akibat hancurnya terumbu karang dan menyusutnya jumlah ikan. Para nelayan kehilangan sumber penghasilan, dan sektor pariwisata yang menjadi penopang ekonomi warga turut merosot. Situasi ini memperburuk kondisi ekonomi masyarakat di Kabupaten Maluku Tenggara dan Kota Tual.

Dari aspek hukum, penangkapan ikan dengan bahan peledak atau racun tergolong sebagai tindak pidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Pelanggar dapat dijatuhi hukuman penjara hingga 6 tahun serta denda maksimal Rp2 miliar. Selain itu, tindakan yang menyebabkan kerusakan lingkungan laut dapat dikenai sanksi tambahan berupa pidana 10 tahun penjara dan denda serupa.

Polair dan Bakamla Diminta Perketat Patroli

Menanggapi kondisi ini, Yastrib Akbar Souwakil, S.Pi., M.Si. mendesak aparat keamanan seperti Polisi Perairan (Polair) dan Badan Keamanan Laut (Bakamla) untuk segera memperkuat patroli serta meningkatkan pengawasan di wilayah perairan Kepulauan Kei. Pengawas perikanan juga didorong untuk lebih aktif dalam memantau kawasan yang rawan aktivitas ilegal.

“Kita nyaris tidak pernah mendengar adanya tindakan tegas atau patroli rutin terkait aktivitas penangkapan ikan menggunakan bom atau racun di wilayah ini. Tanpa pengawasan yang aktif, para pelanggar hukum akan terus memanfaatkan celah demi kepentingan pribadi, tanpa mempedulikan kerusakan yang ditimbulkan,” tegasnya.

Selain penegakan hukum, ia juga menekankan pentingnya program edukasi dan penyuluhan kepada masyarakat pesisir tentang dampak negatif dari pengeboman ikan dan pentingnya menjaga keberlanjutan ekosistem laut. Jika tidak segera ditindaklanjuti, kerusakan yang terjadi akan membawa dampak jangka panjang bagi generasi mendatang dan sumber daya laut yang menjadi andalan kehidupan masyarakat Kepulauan Kei.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.