DPRD Maluku Soroti Pengambilan Marmer di SBB, Dorong Hilirisasi Tambang di Daerah

oleh -742 Dilihat
oleh

Aktivitas pengambilan bahan baku marmer di Desa Hulung, Kecamatan Taniwel, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Provinsi Maluku, menuai perhatian dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Maluku.

Anggota DPRD Provinsi Maluku, Alhidayat Wajo, menilai bahwa potensi pertambangan di wilayah tersebut sangat menjanjikan dan dapat memberikan manfaat ekonomi yang besar. Meski demikian, ia menekankan pentingnya kesiapan regulasi dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku dalam mengatur tata kelola industri pertambangan, terutama bagi para investor yang akan menanamkan modalnya.

Politisi dari Fraksi PDI-P ini menegaskan bahwa proses hilirisasi pertambangan harus dilakukan di dalam daerah. Menurutnya, bahan mentah seperti marmer tidak seharusnya langsung dikirim ke luar Maluku, melainkan harus diolah menjadi produk setengah jadi yang memiliki nilai tambah sebelum masuk ke pasar nasional maupun internasional.

“Pemda Maluku harus menyiapkan kebijakan dan skema hilirisasi industri pertambangan di Maluku, kebijakan itu harus dipatuhi investor, bahan mentah seperti marmer di SBB jangan langsung dikirim keluar daerah, tapi harus diolah setengah jadi di Maluku,” kata Politisi PDI-P itu pada Selasa (03/06/25).

Ia menjelaskan bahwa jika hilirisasi menjadi bagian dari strategi pembangunan daerah di sektor pertambangan, maka berbagai potensi lahan tidur di area konsesi tambang dapat dimanfaatkan secara optimal. Hal ini mencakup pembangunan fasilitas industri seperti pabrik pengolahan, smelter, gudang, hingga infrastruktur pelabuhan yang terintegrasi.

Menurutnya, sektor industri memiliki peran besar dalam mempercepat pembangunan wilayah, memperluas lapangan kerja, serta mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.

“Jika hilirisasi industri dilakukan, maka pastinya berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Tapi kalau bahan mentah dari Maluku dikirim ke Surabaya, maka yang diberdayakan ya masyarakat di sana,” tuturnya.

Ia juga menekankan bahwa hilirisasi bukan sekadar proyek berskala nasional, melainkan perlu diwujudkan secara konkret di tingkat daerah untuk mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat.

“Hilirisasi industri harus diakualkan di daerah. Agar hal ini tidak hanya menjadi wacana nasional,” nilainya.

Selain itu, Wajo turut mengingatkan pentingnya mengintegrasikan kepentingan lokal dalam pengelolaan Blok Migas Abadi Masela. Menurutnya, pengembangan blok migas tersebut harus mempertimbangkan kontribusi bagi ekonomi lokal, termasuk dalam hal keterlibatan tenaga kerja daerah.

“Soal Blok Masela, kita harus mengingatkan agar pengelolaannya menyertakan kepentingan lokal,” pesannya.

Dalam konteks yang lebih luas, ia menyoroti bahwa sektor pertambangan selama ini identik sebagai domain pekerjaan laki-laki. Namun, menurutnya, peluang partisipasi perempuan akan terbuka lebih luas jika proses pengolahan bahan tambang dilakukan secara lokal.

“Selama ini pekerja yang dilibatkan dalam pengambilan bahan baku pertambangan seperti marmer, mayoritas laki-laki. Namun, bila proses industri dilakukan di lokasi, maka perempuan juga punya kesempatan yang sama. Jangan sampai kita jadi penonton di tanah sendiri,” singgung dia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.