Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Provinsi Maluku, Arman Kalean, mengungkapkan bahwa wajar jika Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa, merasa terbebani dengan persoalan pembayaran hutang yang dihadapi oleh Pemerintah Provinsi (Pemrov) Maluku kepada PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Pasalnya, Pemprov Maluku harus membayar sekitar Rp11 miliar setiap bulan, yang berarti mencapai Rp137 miliar per tahun, dengan total hutang sebesar Rp700 miliar.
“Siapapun gubernurnya di Maluku, pasti akan merasa berat dengan harus membayar hutang SMI yang nilainya sangat besar. Oleh karena itu, KNPI Maluku mendukung pernyataan Gubernur Hendrik Lewerissa dan mengajak seluruh elemen untuk mendesak agar ada moratorium pembayaran hutang ke PT. SMI,” ujar Arman Kalean ketika ditemui di Universitas IAIN Ambon, Selasa (12/03/2025).
Lebih lanjut, Arman menjelaskan bahwa pada saat pengajuan pinjaman ke PT. SMI, diusulkan untuk menaikkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) agar cicilan pinjaman bisa lebih ringan. Namun, dengan efisiensi anggaran yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, beban cicilan justru memperburuk pola anggaran di daerah.
“Maluku masih tertinggal di banyak sektor, seperti Indeks Kemiskinan, Pengangguran, Literasi, dan lainnya. Semua itu harus dituntaskan, dan untuk itu, Pemerintah Pusat perlu menerima usulan moratorium ini,” tegas Arman Kalean.
Dia juga mengungkapkan keprihatinannya mengenai minimnya proyek pembangunan fisik dan non-fisik di Maluku. Kondisi ini, menurutnya, berpotensi memicu konflik sosial yang dapat merugikan daerah.
“Lihat saja, Maluku saat ini sangat minim dengan proyek pembangunan, baik fisik maupun non-fisik. Dalam jangka waktu yang lama, potensi konflik sosial bisa meningkat. Ini yang perlu dihindari,” ujarnya.
Sumber Daya Alam (SDA) di Maluku juga belum dikelola secara maksimal. Potensi gas alam di Blok Masela dan potensi emas di Kabupaten Buru belum terealisasi. Bahkan, pengelolaan potensi nikel di Seram Bagian Barat serta sektor perikanan masih jauh dari optimal.
“Pengelolaan SDA seperti gas alam di Blok Masela dan potensi nikel di Seram Bagian Barat masih bermasalah. Begitu pula dengan perizinan perikanan yang tidak menguntungkan daerah. Semua ini jauh dari potensi hilirisasi industri yang bisa menguntungkan Maluku,” tegasnya.
Arman Kalean juga menyoroti tantangan geografis Maluku yang terdiri dari pulau-pulau dan pesisir. Ia menilai anggaran yang ada saat ini belum cukup untuk membangun Maluku secara menyeluruh.
“Maluku adalah penyangga utama nasionalisme di kawasan Timur Indonesia. Secara historikal, Maluku sudah semestinya mendapatkan perhatian khusus, dengan tindakan afirmatif di berbagai aspek. Anggaran yang ada sekarang ini jauh dari kata cukup untuk membangun Maluku secara komprehensif berbasis kepulauan,” pungkasnya.
KNPI Maluku berharap agar Pemerintah Pusat segera mendengarkan aspirasi ini dan memberikan solusi yang lebih berpihak kepada kemajuan daerah.










