Ketua Harian PSI Ahmad Ali Menyerang Personal Megawati Soekarnoputri, Ada Apa ?

oleh -106 Dilihat
oleh

Pidato perdananya menyeret Presiden Prabowo Subianto agar segera menyelesaikan kasus ijazah Joko Widodo alias Jokowi dan ijazah Gibran Rakabuming Raka, yang diusik secara serius oleh Roy Suryo cs. Seolah-olah Presiden Prabowo lah penentu masalah ini. Mungkin, bila yang diserang adalah lama jabatan ketua umum, masih ada ruang perdebatan pada bagian itu. Menariknya, Presiden Prabowo tak terusik sedikitpun oleh pidato perdana Ahmad Ali itu. Tapi memang saat ini Roy Suryo cs berstatus tersangka. Apakah itu efek dari tekanan Ahmad Ali? Entahlah.

Ahmad Ali baru-baru ini juga menyerang Megawati Soekarnoputri dengan diksi nenek-nenek yang puluhan tahun jadi ketua umum partai. Memang tak menyebut nama, tapi arahnya sudah pasti ke Megawati.

Megawati memang sudah beranjak usia tua (nenek-nenek/memiliki cucu) tapi menyebut itu di ruang publik dalam konteks persaingan politik, tak pantas, bukan cumin tak pantas tetapi juga bentuk pelecehan yang terang-benderang.

Jokowi saja mungkin tak akan berani memakai diksi yang seperti itu. Entah apa dosa Megawati terhadap Ahmad Ali ? Sehingga enteng saja mengunakan diksi yang seperti itu.

Kemudian partai itu bukan institusi negara dan diluar Megawati, ada nama : Surya Paloh, Muhaimin Iskandar & Prabowo Subianto yang menjabat ketua umum partai belasan hingga puluhan tahun lamanya. Tapi yang diserang Ahmad Ali dengan bahasa “nenek-nenek” adalah sesuatu yang benar-benar kekuasaan mutlak dari Tuhan yaitu gender.

Gender yang lahir rahim tokoh pejuang nasional bernama Fatmawati. Pertanyaannya, apakah dengan mendiskreditkan Mega seperti ini, apakah Mega marah ? Tidak.

Tapi setidaknya, ucapan Ahmad Ali itu memperkuat persimpangan jalan antara perkataan dan perbuatan. Utamanya di PSI. Pidato Grace Natali, Ketua Umum PSI di Jakarta pada acara Kopdarnas di bulan November 2015 lalu mengatakan secara verbatim bahwa: “PSI adalah partai yang ramah akan perempuan, dan menolak segala bentuk diskriminasi, termasuk diskriminasi gender”.

Kala itu, Ahmad Ali masih di Partai Nasdem, Ketua Umum PSI belum Kaesang dan Jokowi masih menjadi petugas partai di PDI Perjuangan. Saya curiga apakah memang prinsip berpartai bisa digadaikan demi sebuah kekuasaan? Mengapa pula kader-kader PSI yang telah lama berjuang untuk partai mereka itu tidak marah ke Ahmad Ali soal ucapannya tentang Mega ?

Soal Ahmad Ali, Mega tidak akan berkonfrontasi. Itu pasti. Di masa lalu, lawannya dalam wacana publik adalah Soerjadi, Soeharto dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Itu pun berhadapan bukan sebagai pribadi, bila Soerjadi dalam kapasitas Ketua Umum inskontitusional PDI maka Soeharto & SBY dalam kapasitas mereka sebagai presiden. Bahkan kepada Soeharto, lawan politik terbesarnya, pasca lengser di 1 Juni 1998, Mega pernah memberikan seruan :

“Berhenti menghujat dan mencemooh Soeharto secara pribadi”.

Begitulah Mega, ia tidak pernah menaruh dendam pada lawan politiknya apalagi untuk menyakiti mereka. Itu tidak akan terjadi. Mega, sosok yang iklas walau dihina dan direndahkan lawan politiknya karena ia punya Kesabaran yang Revolusioner.

Tentang Penulis: Admin

Gambar Gravatar
Jurnalis Rasional.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.