Mengenal Dunia Dalam Festival Banda Heritage.

oleh -261 Dilihat
oleh

Catatan Ringkas, Oleh Mustova Namsa.

Fungsionaris KNPI Maluku.

Cerita Sehari-hari

Banda Naira bukan sebuah tempet, bukan pula nama yang sering di sebutkan oleh masyarakat Indonesia terkhususnya Maluku, Banda bukan kaya akan rempah-rempah, Sumber Daya Alam (SDA) yang memadai, namun juga kaya akan Sejarah masa lalu Bangsa Indonesia, dalam ceritanya banyak sekali peninggalan-peninggalan yang di temui ketika berkunjung untuk mencari tahu, Banda aadalah Ilmu Pengetahun, tempat menambah wawasan cakrawala anak-anak Maluku, bukan hanya negeri para raja, bahkan sampai pada jauh dari dataran di Maluku yakni Sumatera hingga Negeri Eropa, hal-hal itu bis akita dengar dengan kehadiran berbagai orang-orang luar yang menyinggahi tempat para Pane, yah tidak salah dengar, mayoritas masyarakat terkhususnya Maluku apabila sempat berbincang bersama orang-orang asli banda, mereka sering menggunakan penyebuatan itu sebuah istilah yang di sematkan pada laki-laki banda neira.

Negerinya para bule, bukan orang bule asli yang memiliki banda neira, mencoba kilas balik dari pertemuan bangsa asing menyinggahi pulau banda, tempat pusat perdagangan Maluku era Kolonialisme,mengapa demikian sebab beberapa dari masyarakat Maluku mengangggap Kolonial itu sama dengan V.O.C atau lebih lengkapnya Vereenigde Oostindische Compagnie yang berarti Persekutuan Dagang Hindia Timur, apakah V.O.C melakukan kejahatan ? Tidak! Mereka berdagang mengambil SDA orang asli banda, memang dalam penyebutan dan tindakannya berbeda, akan tetapi tujuannya sama, melakukan pengambilan dengan cara menguasai tempat asli orang banda.

Banda Naira banyak membuat diantara kita terkesan, apabila mendengar katanya kita akan mengingat tentang cakrawala berpikir suatu topik, entah itu sejarah, masyarakatnya, keindahan pulaunya, atau bahkan hal-hal yang kalian sendiri dari masyarakat Maluku ataupun secara lebih luas Indonesia dan Dunia menginginkan suatu tempat itu, mendiankan diri, berkumpul bersama keluarga, dan berbagai hal yang dapat kita jumpai di negeri yang pernah disinggahi para tokoh pejuang kemerdekaan Indonesia, seperti Mohammad Hatta, Sutan Syahrir, dan Cipto Mangunkusumo.

Pulau Banda Neira sendiri adalah salah satu pulau di Kepulauan Banda, Maluku. Selain Banda Neira, pulau lain yang terdapat di Kepulauan Banda adalah Banda Besar dan Pulau Gunung Api. Kembali ke pertanyaan utama, kenapa bisa Banda Neira jadi tempat pembuangan pejuang kemerdekaan? Tentu karena Banda Neira memiliki sejarah panjang dengan VOC.

Sejarah Banda Neira

Sebelum abad ke-15, Kepulauan Banda sudah terkenal di dunia sebagai daerah produsen buah pala. Menurut jurnal Banda Naira dalam Prespektif Sejarah Maritim karya Mezak Wakim S.Pd, awal Kepulauan Banda terjadi dengan bangsa-bangsa Asia, seperti para pelaut dan pedagang Melayu, India, Cina dan Arab.

Selain menjual pala, orang-orang Banda juga ikut serta dalam pelayaran perdagangan sampai ke Malaka. Mereka juga ikut dalam pelayaran niaga, dan memiliki armada dagang sendiri yang mengangkut hasil-hasil bumi dari pulau-pulau lain ke Banda. Banda pun memiliki armada perang laut yang dikenal dengan istilah “Korakora” atau Belang. Kora-kora terbagi atas dua jenis, yakni khusus untuk berperang dan jenis khusus untuk melayani perjalanan Raja. Menjelang abad ke-16, buah pala yang menjadi hasil utama Kepulauan Banda merupakan Komoditi dunia yang dibutuhkan masyarakat Eropa. Ada seorang penjelajah Portugis, namanya Laksamana Alfonso de Albuquerque yang berupaya menemukan kepulauan rempah-rempah

Singkat cerita, ia mendapat informasi bahwa di Malaka terdapat banyak rempah-rempah. Akhirnya, ia bertolak ke Asia dan pada tahun 1511 berhasil menalukkan Malaka. Pada saat itu, pelaut dan pedagang Banda Neira juga telah memiliki pemukiman di Malaka. Setelah menduduki Malaka kurang lebih 3 bulan, pada November 1511 Albuquerque mengirimkan dua kapal layarnya untuk menemukan kepulauan Banda yang kaya akan buah pala.  Rombongan pertama orang-orang Portugis di Banda Neira bermukim sekitar satu bulan. Orang-orang Portugis membeli semua hasil bumi di Banda Neira dengan harga yang sangat murah, yang bila dijual langsung ke Eropa keuntungannya bisa mencapai 1000 persen.  Sejarah mencatat bahwa bangsa Portugis berada di kepulauan Banda selama 87 tahun. Namun, tidak banyak catatan soal mereka karena Portugis tidak menjadikan Banda Neira sebagai pusat aktivitas di Maluku.

Belanda Menduduki Banda Neira

Sejarah rinci tentang kepulauan Banda dan penduduknya tercatat sejak 1599 ketika para pelaut Belanda tiba di sana, yang disusul kemudian oleh pelaut- pelaut dari Inggris pada tahun 1602. Belanda berhasil menalukkan pulau Ai pada 1615. Lalu selang waktu setahun, penguasa Pulau Run, pulau tetangga Ai menyerahkan secara resmi kekuasaannya kepada Inggris pada Desember 1616. Inggris kemudian membangun benteng pertahanan di Naizeelaka dan sebelah Utara pulau Run. Belanda dengan VOC-nya tentu tidak membiarkan Inggris menguasai Pulau Run.

Oleh karena itu berbagai upaya dilakukan, hingga tercapai perjanjian Breda tahun 1667 antara Inggris dengan Belanda. Perjanjian tersebut menyatakan bahwa pulau Run diserahkan kepada Belanda dan sebuah pulau jajahan Belanda di pantai Timur Amerika yaitu Nieuw Amsterdam (sekarang Manhattan-New York) diserahkan kepada Inggris.  Perjanjian ini tidak diketahui oleh pribumi pulau Run di Banda Neira. Namun, sejak saat itu sampai dengan tahun 1942, Kepulauan Banda sepenuhnya berada dalam kekuasaan Belanda.

Mengapa Festival Banda Heritage ?

Ini merupakan titik awal, lahirnya arah baru dalam pembangunan Indonesia, dari ujung timurnya terdapat warisan budaya yang perlu di pelajari dan dijaga bagaimana kemudian hal-hal demikian dapat terus di lestarikan demi satu langkah bersama menciptakan regenerasi anak-anak Banda dan pada umumnya masyarakat Maluku. Kilas balik cerita Banda Heritage Festival 2025, bukan sekadar menunjukan akar Budaya yang ada, justru bagian dari pada Momentum dengan merumuskan kembali arah pembangunan Banda Naira. Dengan perspektif ini, perencanaan wilayah, Festival dan arak-arakan Kembali menggema dalam ruang-ruang rekonstruksi identitas, reorganisasi ekonomi lokal, yang mampu mengkristalisasi festival tahunan tersebut, bukan hal biasa pada umumnya yang euphoria belaka, akan teetapi menjadi alat perencanaan yang letaknya strategis.

Dalam Kemaritimannya, Banda Neira adalah surga bawah laut dengan terumbu karang yang alami dan kekayaan biota laut yang luar biasa, termasuk spesies unik seperti hiu martil. Sejarah membuktikan bahwa, dahulu merupakan pusat perdagangan rempah-rempah seperti pala dan fuli, sehingga menyimpan banyak situs bersejarah. Sehingga mampu menjadikan banda neira sebagai tujuan wisata bahari yang populer dengan aktivitas seperti snorkeling dan diving. Melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengembangkan Banda Neira sebagai laboratorium ekonomi pesisir yang menyeimbangkan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial budaya. Kehadiran pelbagai masyarakat akan sangat menambah banyak temuan dan pandangan terkait adanya festival satu tahun sekali dibuat ini, serta menciptakan dampak yang nantinya tersebar ke penjuru dunia, seperti dahulu kala.

Pengakuan Orang Luar Banda, akan Keindahan Alamnya.

Seperti saya, seorang luar dari pulau banda dan melihat banda naira adalah sebuah keistimewahan yang diberikan Tuhan kepada masyarakatnya guna menikmati pelbagai ruang-ruang keindahan itu, serta menjaga agar tetap utuh berabad-abad kemudian. Cerita singkat ini adalah bukti tentang eksistensi pentingnya kehadiran pulau banda di Maluku, tempatnya rempah-rempah dunia yang digunakan sebagai tukar rupiah kala itu, memperoleh kebutuhan sehari-hari dan menghidupkan kehidupan. Ada banyak cerita yang terdapat dalam banda naira, begitu banyak tamu baik lokal dan mancanegara berkunjung, memberi penilaian seperti menyoroti kekayaan biota laut, termasuk terumbu karang berusia ratusan tahun yang masih alami, ikan berwarna-warni, penyu, lobster, dan lumba-lumba yang sering kita jumpai dalam cuplikan video-video yang di publikasi. Keindahan ini dapat dilihat bahkan tanpa menyelam, dengan bintang laut bertaburan di tengah terumbu karang yang cantik. Masyarakat Banda memiliki kepercayaan tradisional yang mengakar kuat, di mana laut dianggap sebagai perempuan ikan adalah keturunan Banda, dan tanah adalah awal kehidupan, unik, namun begitulah banda dengan segala kharakteristiknya. Pandangan ini menunjukkan rasa hormat yang mendalam dan hubungan timbal balik antara manusia dan dan alam, bukan hanya alam, lingkungan laut pula.

Ada berbagai korelasi, salah satunya datang dari perpaduan lanskap alamnya, di mana laut biru yang maha luas itu, mampu berpadu dengan hamparan pasir putih di pulau-pulau sekitarnya, memiliki latar belakang Gunung Api yang menjulang tinggi. Serta Destinasi Wisata Global, masyarakat lokal menghargai keaslian dan ketenangan yang masih dipertahankan hingga kini, bukti keeratan antara manusia dengan alamnya, oleh Banda. Pengakuan akan keindahan ini juga menumbuhkan kesadaran baru dalam jiwa, terutama kalangan warga bahwa menjaga laut berarti menjaga masa depan, mereka mengimplementasikan upaya Konservasi seperti penggunaan alat tangkap ramah lingkungan, penanaman terumbu karang buatan, dan pengelolaan wisata berkelanjutan untuk memastikan kelestarian yang disebut oleh mereka sebagai “Surga” mereka, atau yang dikenal luas sebagai “Surga Dunia” 

Tentang Penulis: Admin

Gambar Gravatar
Jurnalis Rasional.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.