Komisi I DPRD Provinsi Maluku mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut dugaan kejahatan perbankan dalam proses pemberian kredit oleh Bank Mandiri yang diduga menyeret aset Yayasan Ittaqollah Kebun Cengkih sebagai agunan.
Desakan ini mencuat dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar bersama pihak yayasan, kuasa hukum, perwakilan Bank Mandiri, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Maluku di Gedung DPRD Provinsi Maluku, Kamis (16/10/2025).
Dalam rapat yang berlangsung tegang itu, sejumlah anggota Komisi I menilai terdapat indikasi kuat pelanggaran prosedur dan manipulasi dokumen dalam proses pencairan kredit. Mereka bahkan menyebut kasus ini bukan lagi kesalahan administratif, melainkan kejahatan yang sistematis. “Ini bukan lalai, tapi kejahatan perbankan. Pinjaman dicairkan tanpa survei dan verifikasi. Yayasan ini jadi korban permainan orang dalam. Prosesnya terlalu cepat, dari pencairan hingga sertifikat keluar,” tegas Anggota Komisi I DPRD Maluku, Hasyim Rahayaan.
Hasyim menilai lemahnya fungsi pengawasan lembaga keuangan menjadi akar persoalan. Ia menduga ada kolaborasi antara pihak bank dan notaris dalam meloloskan kredit bernilai besar tanpa pemeriksaan menyeluruh. “Ada lebih dari 300 anak yatim di bawah yayasan ini yang jadi korban. Ini bukan sekadar pelanggaran administrasi, tapi tindak pidana. Kalau dibiarkan, akan jadi preseden buruk bagi dunia perbankan di Maluku,” katanya.
Politikus itu juga menuding OJK Maluku tidak menjalankan fungsi pengawasan sebagaimana mestinya. “OJK tidak boleh diam. Informasi dalam rapat resmi ini sudah cukup sebagai dasar tindakan. Jangan berlindung di balik formalitas laporan tertulis,” ujarnya menegaskan.
Nada serupa disampaikan Zain Saiful Latukaisupy, anggota Komisi I lainnya. Ia menilai mekanisme pencairan dana di Bank Mandiri menunjukkan kelalaian serius dan mengabaikan prinsip kehati-hatian (prudential banking). “Ini bentuk kejahatan perbankan. Prosedur seperti verifikasi account officer dan penelusuran jaminan seolah dilewati begitu saja. Kalau benar begitu, ini serius,” ungkapnya.
Politikus Gerindra itu menilai praktik semacam ini bukan hanya merugikan lembaga sosial, tetapi juga mencederai kepercayaan publik terhadap lembaga keuangan negara. “Kita bicara uang negara, uang rakyat. Kalau dana ini diselewengkan lewat manipulasi dokumen, itu mafia perbankan. Dan yang dirugikan justru yayasan anak yatim, ini kejam,” katanya dengan nada tegas.
Karena itu, Latukaisupy mendesak agar DPRD segera mengeluarkan rekomendasi resmi untuk membawa kasus ini ke ranah hukum. “DPRD harus melapor ke kepolisian dan kejaksaan agar dugaan pemalsuan dokumen, korupsi, dan pelanggaran Undang-Undang Perbankan bisa diusut tuntas,” ucapnya.
Sementara itu, Kepala Bank Mandiri Cabang Ambon membantah tudingan tersebut. Ia menyatakan proses kredit telah dilakukan sesuai prosedur dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian. “Kami menjalankan prinsip prudential banking. Agunan yang digunakan merupakan hasil take over dari Bank BNI dan telah diverifikasi sebelumnya,” jelasnya.
Namun, penjelasan itu justru memancing kritik dari anggota DPRD yang menilai Bank Mandiri terlalu bergantung pada dokumen tanpa memverifikasi keabsahan lapangan. “Kalau hanya melihat berkas, mudah sekali dikelabui. Bank seharusnya turun langsung memverifikasi,” timpal Latukaisupy.
Komisi I DPRD Maluku menegaskan akan menyusun rekomendasi tertulis untuk disampaikan ke pimpinan DPRD agar kasus ini segera ditindaklanjuti secara hukum. “Kami tidak akan diam. Ini menyangkut lembaga sosial dan uang negara. Kalau perlu, kami bentuk panitia khusus,” tegas salah satu anggota Komisi I dalam rapat.







