POLDA Maluku menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi I DPRD Provinsi Maluku pada Kamis (2/10/2025). RDP yang berlangsung di ruang rapat Komisi I ini membahas kasus kecelakaan lalu lintas yang berujung pada tindak pidana kekerasan bersama di kawasan Tanah Rata, Desa Batu Merah, Kota Ambon.
Pertemuan tersebut dipimpin oleh Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Maluku, Kombes Pol Dasmin Ginting, S.I.K, yang didampingi Direktur Lalu Lintas, Kabid Propam Polda Maluku, serta Kasat Lantas bersama Kanit Gakkum Satlantas Polresta Ambon.
Di hadapan anggota DPRD, Polda Maluku menegaskan komitmennya memberikan penjelasan terkait peristiwa yang terjadi secara menyeluruh. Kasus ini bermula dari kecelakaan lalu lintas (Lakalanats) pada 18 Juni 2024 yang kemudian berkembang menjadi kekerasan bersama.
Direktur Lantas Polda Maluku, Kombes Pol. Yudi Kristanto, S.I.K, menuturkan bahwa pihaknya selaku pembina fungsi lalu lintas telah memberikan penjelasan, namun penanganan pidana tetap berada di bawah fungsi Reskrim.
Sejumlah anggota DPRD Komisi I mendorong agar penyelesaian dapat ditempuh melalui Restorative Justice (RJ), mengingat pihak yang berselisih adalah warga sekitar.
Anggota DPRD Hasyim Rahayaan menyampaikan apresiasi atas upaya kepolisian dan mengingatkan bahwa penetapan tersangka harus berdasarkan unsur pidana. “RJ harus lahir dari kesepakatan kedua belah pihak,” tegasnya. Sementara Wahid Laitupa juga menekankan pentingnya penyelesaian non-hukum untuk mencegah konflik semakin meluas.
Menanggapi hal itu, Kombes Pol Dasmin Ginting menegaskan bahwa Polda Maluku menjamin penegakan hukum yang terukur dan transparan. “Kami akan melakukan langkah-langkah penegakan hukum secara terukur, transparan, dan bisa dipertanggungjawabkan kaitan dengan kasus 170 (kekerasan bersama) yang berawal dari kasus Lakalanats,” ujarnya.
Ia juga memastikan setiap perkembangan perkara akan disampaikan secara terbuka kepada pihak-pihak terkait.
Di sisi lain, Kabid Propam Polda Maluku, Kombes Pol. Indera Gunawan, S.I.K, menegaskan laporan terkait oknum polisi tetap akan ditindaklanjuti. Dari hasil pemeriksaan, tidak ditemukan cukup bukti, namun Propam tetap membuka diri untuk menerima bukti tambahan.
Pada akhir rapat, Wakil Ketua II Komisi I, Eddyson Sarimanella, SH, menyatakan bahwa pihaknya menyerahkan sepenuhnya kewenangan penegakan hukum kepada Polri, sembari mendorong upaya Restorative Justice.
Meski begitu, korban kekerasan bersama yang berinisial R.M. menegaskan sikapnya langsung di hadapan dewan dan aparat kepolisian bahwa penyelesaian kasus harus dilakukan sesuai aturan hukum yang berlaku.







