Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Maluku, Alhidayat Wajo, mengungkapkan sejumlah persoalan serius yang ditemukan dalam pengawasan terhadap proyek-proyek di Dinas Kehutanan dan Dinas Perikanan Provinsi Maluku. Persoalan ini ditemukan di berbagai daerah seperti Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Buru, Seram Bagian Timur (SBT), Maluku Tengah (Malteng), hingga Kepulauan Aru (Dobo).
“Beberapa waktu lalu sudah kami lakukan pengawasan, dan ditemukan banyak hal yang tidak sesuai dengan ekspektasi di Provinsi Maluku,” ungkap Alhidayat Wajo saat ditemui di lantai 2 Gedung DPRD Provinsi Maluku, Karang Panjang, Kota Ambon.
Menurut politisi PDI Perjuangan ini, penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di beberapa dinas, khususnya dalam program reboisasi dan pembangunan sektor perikanan, dinilai tidak memberikan dampak nyata bagi masyarakat.
Proyek Reboisasi Diduga Tak Sesuai Target
Alhidayat mengungkapkan, proyek reboisasi yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan di Kota Ambon, SBB, Buru, SBT, Malteng, dan Dobo, telah menyedot anggaran miliaran rupiah, namun hasilnya tidak terlihat.
“Di SBB nilai proyeknya lebih dari Rp4 miliar, di SBT nilainya mirip-mirip, di Maluku Tengah juga demikian. Di Kota Ambon sekitar Rp1,4 miliar. Tapi setelah kami cek ke lapangan, barangnya tidak ada,” tegasnya.
Ia menjelaskan, di Kota Ambon proyek pembibitan tak menunjukkan hasil yang jelas. Di SBT dan Buru, tanaman hanya ditanam di bagian depan lahan seluas 30 hektar, sementara bagian belakang kosong. Hal serupa juga ditemukan di SBB dan Malteng.
“Kami mempertanyakan Inspektorat Provinsi Maluku, kenapa pengawasan tidak maksimal? Jangan hanya memeriksa administrasi, tapi juga harus cek fisik di lapangan,” katanya.
Proyek Perikanan di Dobo Dapat Sorotan Tajam
Selain sektor kehutanan, proyek perikanan di Dobo juga disoroti. Salah satunya adalah pembangunan balai benih yang menyedot dana sekitar Rp1,2 miliar. Alhidayat mengungkapkan, untuk sampai ke lokasi balai benih, tim harus berjalan kaki sejauh tiga kilometer, namun kondisi di lokasi sangat memprihatinkan.
“Pipa-pipa paralon yang dibeli sejak 2019 sudah menjadi barang rongsokan. Tidak pernah difungsikan. Kami minta proyek seperti ini tidak perlu dilanjutkan karena tidak berdampak pada peningkatan PAD maupun kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.
Ia juga mengungkapkan temuan mengejutkan terkait pelabuhan perikanan di Dobo yang sejak dibangun belum pernah digunakan, namun tetap menerima anggaran rehabilitasi.
“Bangunannya tidak pernah dipakai, tapi tetap direhab. Ini sangat janggal,” ungkapnya.
Komisi II Akan Rekomendasikan ke Kejaksaan
Menanggapi temuan ini, Komisi II DPRD Provinsi Maluku berencana membawa hasil pengawasan ini ke Gubernur Maluku dan akan menyampaikan secara resmi dalam sidang paripurna DPRD.
“Kami akan minta Gubernur mempertanyakan kinerja Inspektorat. Jika perlu, kami akan sampaikan rekomendasi kepada Kejaksaan agar dilakukan pemeriksaan menyeluruh. Negara dan daerah dirugikan, dan ada dugaan markup di situ,” tegas Alhidayat.
Ia menambahkan, di sejumlah lokasi seperti di Desa Lamahan, Kabupaten Buru, proyek reboisasi menggunakan tanaman seperti mangga dan jenis kayu lainnya, namun penanaman hanya dilakukan di beberapa baris depan. Hal yang sama terjadi di Desa Bula Air, Kecamatan Bula, Kabupaten SBT.
“Anggaran disediakan, tapi tanamannya tidak ada. Bisa saja itu fiktif. Makanya kami mempertanyakan peran pengawasan Inspektorat,” pungkasnya.








